Rabu, 18 April 2012

Sejarah Ka'bah

           Sejarah bangunan Ka’bah
Ka’bah adalah bagunan suci umat Islam yang terletak dikota mekkah didalam Masjid Haram. Ka’bah merupakan sebuah  bagunan bebentuk kubus dan merupakan masjid pertama yang dibagun diatas bumi yang digunakan manusia untuk menyembah Allah. Ka’bah juga dijadikan patokan arah kiblat shalat bagi umat Islam diseluruh dunia.
Bagunan berbentuk kubus ini berukuran 12 x 10 x 15 meter. Ka’bah disebut juga Baitullah (Rumah Allah) dan Baitul Atq (Rumah Kemerdekaan). Ka’bah dibagun dengan bentuk tembok bersegi empat, terbuat dari batu-batu besar berwarna kebiru-biruan, yang berasal dari bukit-bukit disekitar Mekkah. Tebal batu tersebut sekitar 25 cm. data fisik ka’bah meliputi: tinggi seluruh dinding 15 cm, lebar dinding selatan 10,13 cm, lebar dinding utara 10,02 cm, lebar dinding timur 10,22 cm, lebar inding barat 11,58 cm.
Sudut-sudut ka’bah diberi nama berdasarkan nama negeri kearah mana sudut itu menghadap. Sudut utara  bernama Rukun Iraqi (Irak), sebelah barat Rukun Syam (Suriah, Lebanon, Yurdania, dan Pakistan), sebelah selatan bernama (Yamania), sebelah timur bernama Hajar Aswad (Batu Hitam).
Sejak zaman nabi Ismail, ka’bah sudah diberi penutup dari luar yang disebut kiswah, setiap tahun kiswah diganti, yaitu pada waktu ibadah haji dimulai. Kiswah dihiasi dengan tulisan-tulisan ayat-ayat Al-quran yang disulam secara khusus dengan benang emas.
Pada dinding sebelah timur, di samping hajar aswad, terdapat pintu Ka’bah yang diberi nama Al-Burk. Tingginya krang lebih 2 meter dan terbuat dari campuran logam, emas dan perak. Bahan ini berasal dari harta karun yang ditemukan menutupi sumur zamzam.
Sebagain tembok atau dinding yang terletak antara Hajar Aswad dan pintu Ka’bah disebut dengan Multazam. Lebarnya kurang dari 2 meter. Jika selesai Thawaf, Rasululah biasanya berdoa di tempat ini. Antara pintu bani Syaibah dan Ka’bah terdapat sebuah tempat kecil yang berkubah hijau dan berdinding terali besi. Ia adalah tempat utama untuk mengerjakan shalat yang disebut dengan Maqam Ibrahim. Tempat tesebut adalah tempat berdirinya Nabi Ibrahim ketika membangun Ka’bah bersama Isma’il. Di Maqam Ibrahim juga, para Imam berdiri untuk shalat jamaah.
Ka’bah dbangun oleh Nabi Ibrahim dan Nabi Isma’il setelah Nabi Isma’il berada di Makkah atas perintah Allah. Dalam surah Ibrahim (14) ayat 37 tersirat bahwa situs suci Ka’bah telah ada sewaktu Nabi Ibrahim menempatkan Hajar dan Isma’il di lokasi tersebut. Ka’bah merupakan perlambang bahwa Allah itu Maha Esa dan kiblat seluruh Umat Islam di dunia. Ka’bah bukan untuk sesembahan tetapi hanya perlambang bahwa umat manusia mempunyai satu Tuhan, yaitu Allah.

Sejarah Perubahan Arah Kiblat Ke Ka’bah
Ketika berdiri di Mekkah sebelum hijriah, Nabi Muhammad saw. Dalam shalatnya menghadap ke baitul maqdis. Demikian menurut riwayat yang benar dari ibnu abbas. Sebagian ulama berpendapat bahwa, ketika di mekkah Nabi salat menghadap ke ka’’bah, dan baru setelah hijrah ke madinah beliau menghadap ke baitul maqis. Pendapat terakhir ini, misalnya, dikemukakan oleh Abu Umae ibnu Abdil Barr al-Qur-tubi.
Bahwa Nabi tetap menhadap ke Baitul Maqdis pada masa-masa awal hijiriah, sebenarnya aa bukti-bukti yang menguatkan. Misalnya, kesaksian kaum yahudi yang hidup pada zaman Nabi. Mujahid, misalnya, menceritakan bahwa kaum yahudi itu menuduh Muhammad tidak konsisten. Kata mereka: “Muhammad berbeda dengan kami, tetapi ia mengikuti kiblat kami.” Dengan pernyataan ini, solah-olah mereka memandang bahwa “agama baru” yang dibawa oleh Muhammad mengikuti jejak mereka dalam hal arah kiblat.
Nabi Muhammad saw. Berharap akan turunya wahyu , karena beliau sangat menginginkan untuk menghadap ka’bah, kembali ke kiblatnya Ibrahim dan isma’il. Ka’bah merupakan rumah rumah pertama yang dibangun untuk mengesakan dan menyembah Allah. Disamping itu, Nabi mendambakan bahwa kaum muslimin mempunyai kiblat tersendiri yang berbeda dari kaum yahudi, sehingga dapat menghindari dari provokasi mereka. Allah mengabulkan keinginan nabi dalam firman-Nya:
Artinya: Sungguh kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit[96], Maka sungguh kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. dan dimana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. dan Sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al Kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan.(QS.2:144)
Salat pertama yang dilakukan Nabi menghadap Ka’bah adalah salat dzuhur di bani salamah dan salat pertama pertama di masjid Nabawi yang menhadap ka’bah adalah salat Ashar. Orang-orang Quba’ baru mendengar perubahan arah kiblat ini, sudah barang pasti, sangat memukul kaum yahudi. Karena itu, mereka marah besar dan melakukan provokasi secara besar-besaran. Mereka mendakwahkan bahwa, salat menghadap ke Baitul Maqdis itu lebih baik. Al-Quran menolak dakwaan mereka itu, dalam firman-Nya:
Artinya: Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi Sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari Kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; (QS. 2:177)
Pada saat meeka mempertanyakan factor penyebab dari kiblat yang menurut mereka adalah kiblat yang benar, Allah mengajarkan Nabi nya untuk menjawab:
Orang-orang yang kurang akalnya diantara manusia akan berkata: "Apakah yang memalingkan mereka (umat Islam) dari kiblatnya (Baitul Maqdis) yang dahulu mereka Telah berkiblat kepadanya?" Katakanlah: "Kepunyaan Allah-lah timur dan barat; dia memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya ke jalan yang lurus".(Qs. 2:142)
Al-Quran secara eksplisit menandaskan bahwa, perubahan kiblat dari Baitul Maqdis ke Ka’bah merupakan ujian dan cobaan bagi kaum muslimin untuk memperlihatkan kekuatan akidah mereka. Mereka juga di uji siapa di antara mereka yang paling cepat mengikuti perintah Allah: “Dan kami tidak menetapkan kiblatmu, melainkan agar kami mengetahui siapa yang mengikuti rosul dan siapa yang membelot” (QS. 2:143)
Dengan kata lain , Allah tidak mengubah arah kiblat, kecuali sebagai ujian dan cobaan. Cobaan itu akan Nampak jelas ketika kita menelaah berita-berita tentang tuduhan yang dilansir oleh oran-orang non- muslim. Kaum musryik Misalnya, mengatakan bahwa Muhammad binggung dnegan agama dan kembali kepada kiblat mereka. Sementara itu, kaum munafik menebarkan desas-desus ditengah kaum muslim tentang sikap Muhammad yang plin-plan, sebentar mengubah kesini dan kemudian mengubahnya lagi kesana, sehingga kaum muslimin khawatir jangan-jangan pahala salat mereka batal.
Nah ayat itu, menegaskan bahwa, Allah tiak pernah menyia-yiakan salat seseorang yang menghadap ke Baitul Maqdis  dan meninggal dunia sebelum arah perubahan arah kiblat. Ada sepuluh sahabat yang meninggal dunia sebelum waktu perubahan arah kiblat. Menurut Al-Quran, salat mereka tidak sia-sia, karena mereka enaati perintah Allah dan Rosul-Nya untuk menghadap Baitul Maqdis, sebagaimana orang-orang yang masih hidup yang taat dalam menghadap ka’bah.

Referensi 
Al-Umari, Akram Diya’. 2003. Tolak Ukur Peradaban Islam (Arkeologi Sejarah Madinah dalam Wacana Trans Global), Yogyakarta: Ircisod

Riswanto,Arif Munandar. 2010. Buku Pintar Islam, Bandung: Mizan

Baca Selengkapnya